Jumat, 09 September 2011

Melayani Dalam Keadaan Baru ( Roma 7 : 1 - 6 )

Rasul Paulus melalui suratnya kepada jemaat di Roma hendak menyampaikan dua keyakinan utama yakni : Pengampunan dan Pembenaran. Pengampunan dan Pembenaran adalah dua pesan yang muncul dan mewarnai seluruh surat Roma. Kasih Karunia dari Allah yang bersifat cuma-cuma ini menempatkan setiap orang percaya pada keadaan yang baru yakni berdasarkan iman kepada Yesus Kristus, setiap orang berdosa mengalami pembaruan oleh-Nya ( Roma 5 : 1 band pasal 3 : 9 – 10 ). Dalam Mazmur 32 dikemukakan bahwa permohonan raja Daud untuk dibenarkan bersumber dari kasih karunia Allah ( Maz. 32 : 1 dan 11 ). Orang Kristen mendapat anugerah pengampunan dan pembenaran yang juga bertolak dari kasih karunia Allah didalam Yesus Kristus. Dalam kebenaran ( dikaiosune , Yun ) yang dikaruniakan Allah didalam dan melalui Yesus Kristus hendak dinyatakan pekerjaan Allah yang menempatkan umat-Nya dalam hubungan yang baik dengan-Nya. Orang dapat memasuki hubungan yang baik dengan-Nya karena percaya kepada Yesus Kristus yang diberitakan oleh Injil ( kabar baik ). Dalam Yesus Kristus manusia berdosa diampuni oleh Allah dan dari pihak manusia hanya diminta untuk mau menerima yang telah dilakukan Allah. Dalam konteks berpikir yang demikian maka pengampunan dan pembenaran manusia hanya bertolak dari inisiatif Allah. Manusia tidak dapat mengampuni dan membenarkan dirinya dihadapan Allah dengan mengandalkan kemampuannya sendiri ( band. Ef. 2 : 8 – 9 ). Rahasia keselamatan manusia bertolak dari tindakan Allah yang mengutus anak-Nya sebagai sebuah perwujudan kasih Allah akan manusia Dengan lain kata dapat dikemukakan bahwa hubungan yang baru antara manusia dan Allah menjadi realitas bagi manusia kalau diakui dengan iman dan diterima sebagai realitas yang hidup. Malahan iman tidak hanya menerima keselamatan sebagai anugerah Allah , iman itu sendiri adalah anugerah. ( band. Fil. 1 : 19 ). Iman yang merupakan tanggapan manusia terhadap karya keselamatan Allah dalam Yesus Kristus mengikat manusia pada pribadi Yesus Kristus ( Rom. 3 : 25 – 26 ). Ia telah menjadi pendamaian, menjadi titik pertemuan antara manusia dan Allah. Karena Iman manusia masuk dalam karya pendamaian itu yang terwujud dalam kematian dan kebangkitan-Nya. Bertolak dari paparan diatas dapat ditarik intisari pemikiran Paulus dalam surat Roma ini bahwa : 1. manusia mengalami anugerah pengampunan dan pembenaran hanya di dalam Yesus Kristus 2. pada manusia peranan iman bukanlah sesuatu yang berdiri terlepas dari anugerah dan rahmat Allah tetapi suatu hubungan yang tidak terpisahkan. Iman bukanlah syarat pembenaran tetapi prinsip pembenaran sebab karena iman manusia bertemu dengan Allah yang membenarkannya. Pembenaran karena iman berarti pembenaran karena Kristus. Dengan lugas Paulus mengetengahkan bahwa Abraham ( nenek moyang Israel ) dibenarkan : 1. bukan karena pekerjaannya ( Roma 4 : 4 – 8 ) 2. bukan karena sunat ( Roma 4 : 9 – 12 ) 3. bukan karena hukum taurat ( Roma 4 : 13 – 15 ) tetapi karena iman, sehingga Abraham disebut sebagai bapa orang percaya ( Roma 4 : 16 – 25 ). Didalamnya terkandung kesetiaan dihadapan Allah. Beriman bagi Paulus adalah Percaya dan mempercayakan diri kepada Yesus Tuhan ( bacalah Roma 10 : 9 ). Dan karena iman mencakup seluruh kebenaran maka Paulus juga dapat berkata bahwa ‘ segala sesuatu yang tidak berdasarkan iman adalah dosa ( Roma 14 : 23 ). Artinya bahwa Paulus melihat realitas dalam perspektif hubungan yang benar dengan Yesus Tuhan yang diimaninya. Penolakan terhadap keterlibatan Allah dalam kenyataan merupakan pemberontakan manusia terhadap Allah. Dengan begitu Paulus hendak menegaskan bahwa INJIL adalah kekuatan Allah yang yang sifatnya lintas bangsa dan memungkinkan manusia mengalami pembenaran didalam hidup oleh iman ( Roma 1 : 16 – 17 ). Telaah teks Roma 7 : 1- 6 Melalui ilustrasi tentang suami dan istri yang terikat dalam lembaga perkawinan, Paulus hendak menguraikan sejauh mana peranan hukum taurat dan kasih-karunia dalam kehidupan manusia. Seorang istri memiliki hubungan yang terikat dengan suami selama sang suami masih hidup. Keterikatan itu menimbulkan kewajiban yang harus dipenuhi oleh sang istri. Dengan mengangkat ilustrasi inilah Paulus mengemukakan pandangan teologisnya seperti dibawah ini. Ayat 1 : Paulus mengasumsikan bahwa para pembaca suratnya mengetahui bahwa otoritas hukum hanya terwujud ketika manusia sebagai subyeknya masih hidup. Kelemahan dari hukum Taurat adalah kematian. Relasi antara manusia sebagai pelaku dan hukum sebagai ketentuan diputuskan melalui kematian. Kata KYRIEUO menegaskan bahwa otoritas yang besar itu (ban. Mark. 10 : 42 ) tidak berlaku ketika ada kematian. Kematian mengubah hubungan antara orang itu dan hukum taurat. Hal ini sejajar dengan ungkapan Paulus dalam pasal 6 : 14. Ayat 2 – 3 : Kematian suami menghapus kewajiban dari istri kepada suami. Kewajiban ini berakhir secara tuntas. Status sebagai istri berakhir sehingga terbuka kemungkinan baginya untuk menikah lagi. Perzinahan terjadi apabila suami masih hidup dan ia menikah lagi. Dengan demikian secara total atau utuh perempuan itu bebas dari ketentuan hukum ketika suaminya meninggal. Ayat 4 : Pada ayat ini Paulus menegaskan bahwa manusia juga telah dibebaskan dari hukum Taurat. Pembebasan ini terjadi karena manusia telah mati bagi hukum dan bangkit dalam anugerah. Tujuan dari kematian bersama Kristus adalah terciptanya hubungan yang baru dengan Kristus. Kematian Kristus adalah fakta sejarah sehingga kebangkitan-Nya adalah fakta sehingga hubungan yang baru tersebut tidak bersifat imajinasi tetapi fakta, kongkrit. Menghasilkan buah yang baik .....menunjukkan adanya bentuk kongkrit sebagai hasil dari terciptanya hubungan yang baru dengan Kristus. Ayat 5 – 6 : Dalam hidup yang lama (dibawah kuasa hukum) kita dikuasai oleh kedagingan, hukum, dosa dan kematian (ayat 5) tetapi dalam hidup yang baru kita ditempatkan sebagai milik Allah dan melayani-Nya. Hidup baru didalam Kristus adalah fakta yang terlihat dari fakta pelayanan. Artinya pelayanan yang bertolak dari pemahaman hidup dibawah anugerah dan kasih karunia sangat berbeda dengan dibawah hukum Taurat. Refleksi. Melalui karya penyelamatan oleh Yesus Kristus, maka gereja sebagai paguyuban yang hidup dalam terang kasih karunia Allah senantiasa hadir dengan keinginan pembaruan. Hidup yang diwarnai pembaharuan adalah hidup yang terus menerus bersikap reflektif dengan hati nurani sebagai kaca bening yang memantulkan segala dosa. Karena itu jangan sombong , sebab manusia kecil dihadapan Tuhan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar