Selasa, 24 Juli 2012

'SUAMI-ISTRI YANG DIKAGUMI DAN DICINTAI'

Pendahuluan

Suami-istri Kristen adalah persekutuan kekal yang dibangun oleh Allah dengan tujuan jelas. Tujuan jelas dari setiap rumah tangga yang diberkati ialah : agar keduanya (suami-istri ) dapat mewujudkan keutuhan manusia dalam sebuah proses pembelajaran yang berlangsung seumur hidup. Dalam konteks demikian maka pernyataan Paulus di Efesus 4 : 17 – bertumbuh dalam segala hal dan mengarah kepada Yesus Kristus yang adalah Kepala, menjadi fokus dari perjalanan sebagai suami-istri. Dalam pemahaman yang demikian maka partisipasi suami-istri dalam rencana Allah adalah menhadirkan damai sejahtera.
Disisi lain tidak dapat dipungkiri bahwa rumah tangga Kristen juga diperhadapakan dengan realitas yang dipengaruhi dengan desakralisasi dan demoralisasi yang luar biasa. Fenomena inilah yang secara langsung maupun tidak harus dijawab dengan kokohnya relasi suami-istri. Dalam masyarakat yang sedang berubah dan mengalami desakralisasi maupun demoralisasi, kehadiran suami-istri Kristen dapat menjadi teladan dengan menghadirkan kesaksian non-verbal melalui perilaku mereka yang dikagumi dan sekaligus dicintai. Menjadi figur yang dikagumi dan dicintai sekaligus menjadi tujuan pembelajaran yang berlangsung secara simultan serta terencana dan berujung pada kemuliaan Yesus Kristus.
‘Admiranda et Amanda ‘bukanlah slogan rohani yang bersifat fatamorgana tetapi sebuah ‘stimulus ‘ yang menggerakkan semua potensi suami-istri untuk hadir dalam usaha yang nyata. Pada titik inilah suami-istri tidak sekedar memperoleh berkat tetapi sekaligus adalah saluran berkat yang menguatkan, mendampingi dan meneguhkan pihak lain.
Dengan pandangan diatas maka tulisan ini hendak mengetengahkan peran suami-istri yang membawa pengaruh bagi lingkungan dimana mereka hadir. Sekaligus memahami bahwa rumah tangga Kristen terbentuk bukan untuk dirinya sendiri tetapi mengemban pengutusan yang mulia sebagai saksi Kristus. Semoga bermanfaat.

I. Rumah Tangga Kristen adalah sebuah Misteri Ilahi.

Kata ‘misteri ‘ dalam konteks teologi ialah sod ( ibr ) yang berarti ‘dalam lingkungan sahabat ‘( Ayub 19:19 ), dan ‘ hubungan mesra antara Allah dan manusia ( Maz. 25 : 14 )’sehingga hubungan yang misteri ini hendak menggambarkan bahwa hubungan Allah dan manusia adalah hubungan yang sangat dekat sebab rencana Allah yang rahasia itu hanya diwahyukan kepada manusia yang memiliki hubungan yang dekat dengan Allah.
Dengan pandangan demikian maka suami-istri Kristiani yang diberkati oleh Allah adalah suami-istri yang mendengar semua rahasia rencana Allah. Maka berada dalam relasi yang amat mesra dengan Allah berarti mendengar rencana Allah yang disampaikan melalui firman-Nya. Disinilah rahmat Allah terwujud sehingga relasi antara Allah dan manusia adalah relasi dalam tuntunan rahmat Allah.
Dalam konteks suami-istri relasi maka rahasia rencana Allah yang disampaikan merupakan unsur penting yang membawa pengaruh dalam hubungan diantara mereka menuju masa depan. Alasannya ialah karya Allah tidak berhenti pada satu titik tertentu tetapi terus mengalir dalam lintasan waktu.
Maka suami-istri yang dikagumi dan dicintai adalah mereka yang menghayati unsur misteri relasi Allah dan manusia. Bangunan relasi ini ditujukan agar melalui kehadiran suami-istri Kristiani yang unik dapat disampaikan kepada lingkungan yang lebih luas tentang maksud dan tujuan Allah membentuk persekutuan perkawinan. Hal ini menunjukkan bahwa pemberkatan nikah di gereja bukanlah sebuah seremoni pelengkap agar perkawinan tersebut ‘sah ‘, namun bertolak dari pandangan sebelumnya hendak dikemukakan bahwa Allah sedang menyampaikan rahasia rencana-Nya bagi manusia melalui suami-istri.
Bertolak dari pemahaman tersebut, maka hendak dikemukakan bahwa ‘admiranda et amanda ‘ menemukan bentuknya yang istimewa ketika suami-istri memberi diri sebagai sarana penyampaian kabar sukacita.
Berdasarkan pemahaman diatas maka desakralisasi rumah tangga Kristen yang berlangsung saat ini merupakan tantangan tersendiri. Artinya dengan mengabaikan ‘suara ‘ Tuhan maka ‘suara dunia ‘ lebih menggema. Tetapi yang paling utama ialah hilangnya peluang mendengar rencana Allah yang besar dengan gagasan-Nya yang agung. Desakralisasi rumah tangga Kristen lalu menghadirkan suasana kering, gersang dan hambar. Desakralisasi rumah tangga Kristen lalu menghasilkan serangkaian perilaku suami-istri yang berbasis ‘transaksional ‘kejahatan lalu dibalas dengan kejahatan, benci dijawab benci, inilah perkawinan yang mengalami deskralisasi.
Demoralisasi suami-istri terwujud melalui hilangnya etika dalam membangun rumah tangga. Ketika relasi suami-istri hanya dimaknai sebagai alat pemenuhan kepuasan dan pemaksaan kehendak. Masing-masing pihak dapat bertindak sesuka hati melampaui batasan-batasan yang berlaku. Sikap demikian bertolak dari terputusnya hubungan Yesus sebagai kepala dan Gereja sebagai tubuh ( band. Efesus 5 : 22 – 33 ).
Dengan keadaan yang demikian maka mustahil rumah tangga tersebut menjadi rumah tangga admiranda et amanda sebab atmosfir yang ada didalamnya hanyalah kejahatan dan kerusakan terhadap relasi suami-istri yang dikehendaki Allah.

II. Apakah yang harus dilakukan ?
Hal mendasar yang perlu diperhatikan oleh setiap suami-istri Kristen adalah :

a. Menguatkan Batasan.
Dalam relasi suami-istri perlu ditegaskan adanya batasan yang dibangun mengelilingi mereka. Orang tua penting tetapi pasangan lebih penting, sahabat penting tetapi pasangan lebih penting, golf penting tetapi pasangan lebih penting. Membangun batasan yang kokoh merupakan dasar dari perjalanan suami-istri. Artinya melalui batasan yang dibangun maka bisa ditentukan apa yang menjadi prioritas. Pasangan merupakan persekutuan yang memiliki batasan-batasan permanen yang harus tetap dijaga. Dengan tetap menjaga batasan yang demikian maka kehadiran suami-istri selalu memberi respon dengan bijkasana. Suami-istri yang tanpa batasan akan mengalami banyak persoalan dan kesulitan dalam membangun relasi secara internal maupun eksternal.

b. Membangun Tanggung Jawab.
Suami-istri bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan pasangan yakni : kebutuhan fisik, emosional dan spiritual. Dalam usaha memenuhi tanggung jawab tersebut maka suami-istri dapat terus belajar sebagai sebuah proses kematangan. Artinya hanya dalam kematangan yang dijiwai oleh kehendak Allah maka kebutuhan setiap pasangan terpenuhi. Upaya setiap pribadi untuk memenuhi kebutuhan pasangannya yang meliputi 3 aspek diatas akan terhindar dari ‘insecure personality ‘. Suatu rasa tidak aman yang menggelisahkan sehingga mengganggu pertumbuhan relasi suami-istri. Rasa tidak aman ini dapat diakibatkan oleh rasa tidak percaya diri yang kemudian hadir sebagai masalah. Suami-istri yang mengalami ‘insecure personality ‘ akan melihat pasangannya seperti manusia super yang harus tahu segala yang diperlukan. Pada titik yang berbahaya keadaan ini akan membuat suami atau istri menjadi penguasa yang harus dipenuhi keinginannya lalu berujung pada berkuasa dan berakhir dalam putus asa.

Melalui pemahaman yang demikian maka pemenuhan kebutuhan pasangan sebagai tanggungjawab yang harus dipenuhi akan menumbuhkan rasa percaya diri yang sehat.
Menjadi pasangan yang ‘admiranda et amanda ‘ hanya terwujud ketika pasangan semakin merasa berarti dan terbebas dari ‘insecure personality ‘.
Hal ini perlu disadari oleh setiap pasangan melalui kemauan yang kuat untuk menyatakan sukacita dalam kasih.

III. Admiranda et amanda.
Melalui penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa pasangan yang dikagumi dan dicintai bukanlah sesuatu yang didapatkan secara instan tetapi melalui sebuah proses pembelajaran yang tidak pernah berhenti.
Suami-istri yang terus belajar dalam rentang waktu yang dianugerahkan Tuhan adalah suami-istri yang memasuki masa depan dengan pasti. Dalam konteks ini belajar adalah kesediaan untuk diasah dan dibentuk oleh pengalaman agar semakin tajam dalam kebijaksanaan. Suami – istri yang dikagumi dan dicintai tidak hanya berlangsung dalam kehidupan internal rumah tangga tetapi juga dalam perjumpaan dengan sesama. Syarat untuk memenuhi hal tersebut ialah :
1. Kesediaan untuk mendengar firman Allah.
2. Kemauan untuk memberi yang terbaik bagi pasangan.
3. Mewujudkan ke-kudus-an berumah tangga dalam pembaruan yang terus terjadi.


Referensi :
1. Teologi Sistematika – Nico Syukur Dister.
2. A Christian Theology of Marriage – Julie H. Rubio
3. Christian Theology – Alister Mc Grath.

Kamis, 07 Juni 2012

‘ GIVE THANKS AND SUCCESS ‘- sebuah Gagasan Bagi Pasutri.

Pendahuluan.
Kol. 3:16, rasul Paulus berkata: “Hendaklah perkataan Kristus diam dengan segala kekayaannya di antara kamu, sehingga kamu dengan segala hikmat mengajar dan menegur seorang akan yang lain dan sambil menyanyikan mazmur, dan puji-pujian dan nyanyian rohani, kamu mengucap syukur kepada Allah di dalam hatimu”


Mengucap syukur merupakan hal penting dalam kehidupan sebagai suami – istri Kristiani. Melalui pengucapan syukur hendak dinyatakan tanggapan terhadap karya Allah yang dialami oleh suami – istri. Bertolak dari nas diatas , Paulus mengemukakan bahwa awal dari mengucap syukur adalah perkataan Kristus diam dalam persekutuan. Perkataan Kristus yang diam atau live in akan menerangi seluruh keberadaan suami – istri sehingga gerak gerik suami – istri senantiasa diterangi oleh perkataan Kristus dan berujung pada mengucap syukur.
Disisi lain perlu dikemukakan bahwa persekutuan antara suami-istri merupakan karya Allah yang didominasi kehendak-Nya. Namun dalam perjalanan sebagai suami – istri seringkali dominasi kehendak Allah mengalami deviasi yaitu ketika persekutuan suami – istri didominasi oleh kehendak lain yang terselubung oleh dosa. Mengucap syukur lalu menjadi tindakan basa basi tanpa makna dan bersifat mekanis semata. Bertolak dari pemahaman yang demikian maka hendak dikemukakan betapa pentingnya mengucap syukur dan mengalami sukses bagi setiap suami – istri.


Dewasa ini kita diperhadapkan dengan perilaku yang secara umum tidak bersyukur dan berujung pada kekecewaan. Bersyukur hanya tampil pada keadaaan tertentu dan tidak disetiap keadaan ( sakit – sembuh, promosi jabatan dsb ). Bersyukur dalam konteks ini menjadikan ungkapan syukur mudah berubah menjadi tuntutan terhadap Tuhan. Maka diperlukan pemahaman yang baik dan benar tentang pengucapan syukur dalam konteks suami istri.
A. MASALAH SUAMI – ISTRI KRISTEN.
Masalah yang dihadapi oleh suami – istri semakin lama semakin beragam dengan kualitas permasalahan yang meningkat. Di kota besar permasalahan suami – istri semakin kompleks juga disebabkan adanya mobilitas yang semakin tinggi dan keinginan yang semakin beragam. Jimmy dan Karen Evans mengemukakan bahwa 4 kebutuhan utama setiap pribadi ialah : penerimaan, identitas, rasa aman dan tujuan . Memahami 4 kebutuhan mendasar setiap pribadi menjadi pintu masuk memahami keberadaan suami maupun istri dalam perspektif Firman Tuhan.
Diharapkan dengan adanya pemahaman tersebut maka masalah disekitar suami – istri dapat ditelaah dengan baik dan ditemukan solusinya.
- Penerimaan : memahami bahwa suami – istri berada dalam kasih satu dan lainnya dan diperlukan.
- Identitas : mengetahui potensi diri sendiri dan memahami bahwa diri sendiri adalah ciptaan Tuhan yang istimewa.
- Rasa Aman : memahami bahwa diri sendiri aman dan menghadirkan rasa aman bagi pasangan.
- Tujuan : menghayati bahwa Allah memiliki tujuan yang baik bagi diri sendiri maupun pasangan.
Hal diatas penting untuk diketahui karena berkaitan dengan berbagai masalah yang timbul di sekitar hubungan suami – istri.
1. Penerimaan ( acceptance ).
Suami – istri yang saling menerima adalah bagian penting dari mengucap syukur. Hal ini menjadi penting sebab dalam penerimaan terkandung penyangkalan diri yang bertumbuh menjadi kekuatan. Mengucap syukur menjadi tindakan yang diwarnai dengan kemauan kuat untuk menerima pasangan sebagai anugerah dari Tuhan. Penerimaan ini akan memberi ruang yang semakin terbuka untuk saling percaya ketika berhadapan dengan berbagai permasalahan.
Mengucap syukur yang berarti memuji, membuat pengakuan untuk kepentingan individu maupun kelompok yang ditujukan kepada Allah (contoh: Mazmur 105 : 1) menunjukkan bahwa suami – istri bersyukur adalah suami – istri yang mengakui kedaulatan Allah dalam hubungan mereka . Allah yang menerima mereka adalah teladan untuk saling menerima yang diwujudkan ketika berbagai permasalahan hidup menghadang.
Dalam konteks yang demikian maka penerimaan bukanlah bentuk pasif dan permisif tetapi dengan kritis bertindak aktif. Permasalahan yang timbul dalam relasi suami – istri bisa saja terjadi akibat penolakan yang dilakukan terhadap pasangan. Penolakan yang bisa muncul ketika suami tidak nyaman dengan karir istri, atau ketika istri tidak nyaman dengan perubahan fisik saat hamil dapat menjadi pemicu masalah ketika sifat menerima tidak dibangun dengan baik.
Maka suami – istri yang saling menerima kehadiran pasangan sebagai anugerah Tuhan akan menjadi suami – istri yang cakap mengatasi permsalahan.
2. Identitas ( identity ).
Memahami identitas diri bagi setiap pribadi merupakan hal penting untuk bisa mewujudkan rasa syukur kepada Allah. Suami – istri yang memahami identitasnya sebagai pilihan Allah dapat menghayati bahwa sebagai manusia yang berdosa tetapi mengalami kasih karunia Allah yang memperbarui dapat menjadi pendorong yang kuat untuk membangun relasi suami – istri. Jatuhnya manusia dalam dosa berakibat pada rusaknya iklim untuk mengembangkan keintiman karena perbedaan indetitas tidak dapat diekspresikan . Artinya dengan kejatuhan dalam dosa maka relasi saumi – istri tidak lagi dipahami sebagai relasi dengan identitas sebagai umat Tuhan tetapi relasi yang menuju kepada kebinasaan.
Roma 6:23
Sebab upah dosa ialah maut; tetapi karunia Allah ialah hidup yang kekal dalam Kristus Yesus, Tuhan kita.
Berdasarkan pemahaman yang demikian maka menjadi umat dengan identitas yang baru yakni suami – istri yang mengalami kasih karunia Allah akan berujung pada mengucap syukur. Dosa dapat menjadi batu sandungan bagi suami – istri untuk bersikap terbuka ( openness ) . Menutupi identitas pada pasangan merupakan penghalang untuk bisa mengucap syukur sebab menutup identitas sebagai manusia dengan status baru berarti pengabaian terhadap kasih karunia Allah ( band. 1 Pterus 2 : 10 ).
Memahami status baru sebagai pilihan Allah akan mengarahkan suami – istri untuk hidup dalam persekutuan yang bersyukur. Identitas baru mendorong suami istri bersyukur sebab bersyukur adalah kehendak Allah ( band. 1 Tesalonika 5 : 18).
Suami – istri dengan identitas baru dan status baru adalah suami – istri yang memahami setiap permasalahan dalam kehidupan mereka secara idealis . Sehingga identitas suami – istri tidak berada dibawah atau sejajar dengan permasalahan tetapi diatas permasalahan. Inilah identitas dan status baru sebagai suami – istri Kristen.

3. Rasa Aman.

Suami – istri yang membutuhkan rasa aman dan sekaligus menghadirkan rasa aman adalah suami – istri yang mampu bersyukur. Rasa aman bagi suami – istri sebagaimana dikemukakan oleh Gary Chapman adalah rasa aman yang bertolak dari perilaku melayani ( an attitude of service ) . Perilaku melayani menjadi pondasi bagi suami istri untuk bisa mengucap syukur yang bertolak dari perhatian kepada pemenuhan janji – janji Allah ( band. 1 Kor. 15 : 57 ). Rasa tidak aman dalam relasi sebagai suami – istri dapat menjadi masalah yang serius. Terancam , tertindas, teraniaya adalah sedikit dari contoh-contoh tentang perilaku yang menimbulkan rasa tidak aman.
Menghadapi permasalahan suami-isri yang terkait dengan rasa aman maka yang diperlukan ialah suami – istri yang memiliki kesadaran bahwa suami – istri hadir untuk saling melengkapi dalam perbedaan yang dimiliki sehingga yang muncul adalah permohonan ( request ) dan bukan tuntutan ( demands ) . Kalimat yang harus dihindari untuk menghadirkan rasa aman ialah : ‘ kalau kamu tidak ...maka saya akan ...’, kalimat provokatif seperti ini akan memunculkan suasana tidak aman dalam relasi yang berujung pada permasalahan suami – istri.

4. Tujuan.

Apakah tujuan dari persekutuan suami – istri atau apakah tujuan dari sebuah perkawinan ? inilah pertanyaan yang seringkali mengalami pemaknaan yang kabur. Tanpa tujuan yang jelas maka arah persekutuan sebagai suami – istri hanya dilakukan secara mekanis dan dingin. Persekutuan sebagai suami – istri yang berlangsung biasa saja akan menghadirkan perilaku yang biasa saja padahal Allah menetapkan suami – istri dengan tujuan yang luar biasa. Tujuan dari kehadiran suami – istri adalah berpartisipasi dalam karya Allah menghadirkan damai sejahtera. Jadi, bukan suami-istri yang menghadirkan damai sejahtera tetapi Allah didalam Yesus Kristus. Melalui pemahaman yang demikian maka keterlibatan suami-istri dalam karya Allah adalah hal yang luar biasa. Peristiwa Kana adalah peristiwa yang luar biasa ketika Yesus memperlihatkan tanda-tanda kehadiran-Nya.
Maka tujuan dari perkawinan Kristen adalah untuk memuliakan Allah dengan berpartisipasi menyatakan tanda-tanda kehadiran-Nya. Melalui relasi suami – istri yang demikian maka permasalahan suami – istri dapat direduksi dengan selalu mengingat bahwa kehadiran pasangan adalah dalam kesatuan mewujudkan hal yang baik dari Allah.

B. SUAMI – ISTRI BERSYUKUR ADALAH SUAMI – ISTRI SUKSES.

Menyatakan syukur dalam kehadiran sebagai suami – istri akan menolong untuk menghadapi berbagai masalah. Maka sukses tidak ditentukan oleh seberapa banyak yang bisa dimiliki tetapi bagaimana suami-istri mampu memberi ruang bagi Yesus di dalam hubungan mereka.
Artinya menjadi suami – istri yang bersyukur adalah suami – istri yang dalam pergumulan tidak kehilangan harapan. Dalam konteks ini mengucap syukur kemudian muncul sebagai perilaku sehari – hari bukan hanya pada waktu tertentu. Maka suami – istri mengalami pengundangan ( enactment ) untuk terlibat dalam karya Yesus sebagai pemenang.
Relevansi dari pemikiran yang demikian dalam ke-kini-an adalah ketika suami – istri memahami hakekat dari bersyukur kepada Allah maka ungkapan syukur itu diwujudkan dalam totalitas sebagai suami – istri yang beribadah ( band. Roma 12 : 1 ). Perjumpaan dalam relasi suami – istri yang mengalami karya Yesus adalah perjumpaan yang diliputi oleh syukur. Hal ini penting untuk mejadi dasar dari perjalanan suami – istri yang juga berjumpa dengan berbagai persoalan untuk diatasi dan bukan dihindari.
Perwujudan dari panggilan sebagai suami – istri yang sukses adalah ketika dipahami 2 hal mendasar yakni : mengakui bahwa karya sungguh tidak terduga ( without number, band. Maz. 145 : 3 )dan rasa takjub ( Markus 7 : 37 ). Dengan pemahaman yang demikian maka kehadiran suami – istri senantiasa diliputi oleh rasa syukur sebab bertumpu pada pengakuan bahwa karya Allah didalam Yesus kristus tidak terduga dan takjub sebab segala yang dilakukan-Nya adalah baik.
Maka suami – istri yang bersyukur bukanlah hal yang sederhana sebab setiap kali suami – istri bersyukur, mujisat Kana kembali terjadi.