Sabtu, 17 September 2011

MEMAHAMI ARTI IBADAH

Ibadah - worship adalah memberi penghormatan kepada Allah sebagai Pencipta, Penyelamat dan Pengudus. Sebagai Pencipta maka karya - Nya senantiasa berlangsung hingga sekarang dan masa depan. Tanpa ragu sedikitpun Yesus mengemukakan hal tersebut dengan ' Bapa-Ku bekerja sampai sekarang maka Akupun berkerja juga - Yoh 5 : 17 .

Melalui karya penciptaan tersebut maka sebenarnya Ia terus bekerja untuk mendatangkan damai sejahtera kepada segala mahluk. Ketika ibadah diposisikan dalam konteks demikian maka ibadah bukanlah sesuatu yang bersifat ritual semata. Sebab ibadah sebagai tanggapan manusia atas karya Allah adalah ibadah yang kemudian menemukan bentuknya yang utama dalam perjumpaan manusia dengan seluruh ciptaan Allah. Disni ibadah tidak lagi disekat-sekat dengan tembok dan waktu tetapi menjadi ibadah yang hidup ketika diletakkan dalam kerja sebagaimana dimaksud oleh Yesus - Yoh. 4 : 21 - 24 .

Ibadah bukanlah peristiwa yang hanya dipengaruhi oleh intelektualitas saja tetapi ibadah yang mempengaruhi hati. Ibadah yang hanya bersifat intelektualitas akan memandang ibadah sebagai persitiwa sosial dan bukan peristiwa spiritual. Jadi keluar dari tempat ibadah korupsi tetap terjadi, berzinah tetap terjadi , selingkuh semakin menjadi. Kalau ibadah sedemian dangkal pemahamannya maka ibadah lalu dihayati sebagai bentuk kalkulasi kebajikan yang dilakukan dengan arogansi farisisme. Ibadah pada tataran demikian akan menjadi ibadah yang mentah dan tidak membawa rahmat. Jika ibadah dan Penciptaan ditempatkan sejajar maka ibadah menjadi persembahan khusus yang bermuara kepada menjadikan kehidupan sehari-hari sebagai kurban yang hidup - Rom. 12 : 1. Artinya kehidupan sehari-hari yang melahirkan kebajikan dan bermuara pada semua kehidupan yang dijalani. Ibadah lalu mewujudkan kepedulian kepada istri dan anak-anak.

Sungguh ironis ketika seseorang yang rajin beribadah justru rajin meremehkan istri melalui perilaku sehari-hari. Demikian sebaliknya , sungguh ironis ketika seorang yang rajin beribadah dan merendahkan suaminya. Ibadah melahirkan perilaku yang terhormat justru karena menghayati bahwa Allah adalam karya-Nya, melahirkan tindakan-tindakan yang terhormat. Ibadah lalu menjadi sarana menjaga kehormatan keluarga yang diwujudkan dengan karya nyata. Gagasan ibadah yang identik dengan dengan Penciptaan adalah gagasan yang juga dikumandangkan oleh Matthew Henry bahwa rumah kita harus menjadi gereja ( Matthew Henry, 2008, 30 ).

Melalui pemikiran yang demikian maka rasanya cukup aneh ketika ibadah diposisikan independen dan tidak berelasi dengan semua lini kehidupan. Maka dalam kaitannya dengan para klerus yang tidak dapat berjumpa denga semua warga jemaat diperlukan 'breviarium' yakni bentuk singkat ibadah yang mengumandangkan madah kesungguhan hati dalam perjumpaan dengan pribadi-pribadi yang paling intens bertemu yakni anggota keluarga. bertolak dari gagasan demikian maka ibadah merupakan akumulasi dari semua getar dalam jiwa yang terpesona dan takjub pada karya penciptaan Allah.

Christian worship happens when we bow down to God, whether in church or alone - in our cars or in the shower. If our desire is to please the heart of God, it is worship, no matter where the location or how many are involved. Pada posisi yang demikian maka ibadah menjadi tindakan yang hidup dan secara ritmis berlangsung dengan tertib. Penciptaan adalah tindakan Allah yang berlangsung secara tertib sehingga Ia menghendaki setiap orang percaya beribadah dengan motivasi tunggal yang menghadirkan ciptaan Allah yang tertib. ( bersambung )

Sabtu, 10 September 2011

INJIL YUDAS

Pendahuluan. Setelah Dan Brown dengan da vinci code yang ditulisnya meraup keuntungan besar sebagai best seller maka dewasa ini muncul dokumen lama yang ditemukan di Al-Minya dipinggiran kota Mesir pada tahn 1970 yang tertulis dengan INJIL YUDAS. Penemuan ini tentu saja menambah wacana tentang kekristenan yang telah berkembang sampai sekarang namun sekaligus merupakan hal yang penting untuk dapat dicermati dengan lebih seksama. Penemuan ini selaras dengan penemuan dokumen-dokumen lainnya di Nag Hammadi tahun 1945.dan kemudian baru dikenal luas pada tahun 1957 setelah diterjemahkan kedalam bahasa Inggris. Antara penemuan Al Minya dan Nag Hagmadi terdapat satu kesamaan yakni bersumber dari abad yang sama yaitu abad ke 3 – 4. dengan kesamaan ini maka dokumen-dokumen tersebut dianggap sebagai dokumen yang penting dalam upaya merekonstruksi pemahaman tentang Yesus Kristus. Di sisi lain dokumen-dokumen tersebut merupakan kumpulan tulisan dalam bahasa mesir kuno yaitu Koptik dalam alur pemikiran GNOSTIK. Pertanyaan yang dapat segera muncul ialah sebenarnya ada berapa banyak injil jika penemuan di Nag Hamadi ternyata memperlihatkan adanya 15 naskah yang disebut INJIl. Sementara itu bagi kekristenan Yudas memiliki reputasi yang sangat buruk, bahkan di Jerman adalah suatu hal yang ilegal apabila orang tua memberi nama Yudas kepada anaknya. Hal ini memperlihatkan bahwa keberadaan Yudas penuh dengan stigma yang jahat. Dalam sebuah lukisan digambarkan bahwa lucifer menyantap Yudas dari kepalanya. Bagi kitapun dewasa ini memandang Yudas sebagai pengkhianat yang harus mati sehingga reputasi tentang Yudas adalah pengkhianatan besar. Injil Yudas justru memberi perspektif yang berbeda ketika Yudas ditempatkan secara positif. Apakah akbatnya bagi kekristenan ? bagaimana secara ima kita melihat semua persoalan ini. dalam konteks itulah diperlukan sebuah upaya serius dari Gereja untuk dapat membawa wacana tentang berbagai hal yang akan mendistorsi bahkan mereduksi peran dankarya Yesus. Disisi lain inilah kesempatan bagi Gereja untuk membangun kesadaran secara utuh bahwa diperlukan pemahaman yang kristis terhadap berbagai pengajaran. Yudas yang menjadi pahlawan dalam injil Yudas mengindikasikan bahwa adanya pertentangan pemahaman yang cukup tajam yang berawal sejak abad ke 2 – 3. Pertentangan pemahaman itu terjadi disekitar keberadaan Yesus Kristus. Kehadiran-Nya dan penyelamatan yang Ia lakukan semuanya merupakan pusat perdebatan yang tidak pernah usai. Injil Yudas menghadirkan perspektif lain yang dapat menantang iman Kristen melalui pengajaran yang sangat berbeda dengan injil – injil yang ada saat ini. dalam Injil PB Yudas ditampilkan sebagai pembelot dan pengkhianat yang telah menyerahkan Yesus melalui ciuman. Atas kejahatan itu Injil Lukas menyatakan bahwa Yudas telah kerasukan setan dan di dalam Injil Yohanes dikemukakan bahwa Yesus menyebut Yudas sebagai iblis, namun secara sistematis dalam Injil Yudas dikemukakan tentang adanya kontribusi yang menadasar dari peran Yudas. A. INJIL YUDAS DAN AJARAN GNOSTIK. Khasanah gnostik adalah kumpulan tulisan yang dijilid ( kodeks ) dalam bahasa Koptik. Injil Gnostik tidak saatupun memiliki keseuaian dengan Injil-Injil PB yang berasal dari abad 1. gnostik berasal dari bahasa Yun. ‘gnosis’ yang artinya ‘pengetahuan rahasia’ yang diungkapkan kepada manusia.percikan atau benih ilahi yang baik jatuh dari realitas yang transenden dan terpenjaran dalam tubuh manusia. Melalui pengetahuan rahasia itulah maka seseorang dapat dipulihkan kembali ke dunia dimana dia sebenarnya berasal yakni dunia spritual yang transenden. Graham Stanton ahli PB dari Inggris mengemukakan bahwa dalam ajaran gnostik ‘ dunia adalah tempat yang jahat yang diciptakan Tuhan yang jahat ( yahweh )dan yang berbalikan dengan Tuhan yang benar dan esa. Pengikut gnostik kristen menyebut diri mereka sebagai keturunan Tuhan yang esa itu dan sebagaim percikan ilahi ang terkurung dalam dunia yang jahat ini. Kristus dikirim untuk mengingatkan pengikut Gnostik mengenai hakekat diri mereka yang sebenarnya. Kristus memberitakan rahasia pengetahuan (gnosis) kepada para pengikut gnostik agar mereka dapat melepaskan diri dari dunia jahat ini dan kembali kepada Tuhan . Manusia : sebagai keturunan ilahi yang esa memiliki percikan kekuatan ilahi namun terkurung dalam penjara tubuh materi, sehingga keselamatan hanya dimungkinkan ketika percikan yang ilahi itu hidup dan menyatu dengan sang ilahi. Dalam komunitas gnostik kristen yang mampu untuk membimbing adalah Kristus. Bagi gnostik kristen, Kristus mengajarkan ucapan-ucapan rahasia sehinga mereka yang bisa mengerti dapat mencapai tingkat keilahian mereka sama seperti kristus. Dana dalam konteks ini gnostik kristen menolak adanya penderitaan dan penyaliban serta kematian Yesus. Apa yang dikemukakan daiatas adalah bagian dari pengajaran injil Yudas. Bagi gnostik memang kematian Yesus diatas salib sebagai penebus tidak ada artinya, itulah sebabnya dalam injil Yudas kesan Yesus sebagai korban yang disalibkan menjadi kabur dan Yudas tampil sebagai pahlawan. Injil Yudas diawali dengan kalimat : ‘ isi rahasia wahyu yang dikatakan Yesus dalam percakapannya dengan Yudas” dan rahasia itu juga mengungkapkan bahwa apa yang dimengerti oleh para murid salah arah. Dalam Injil Yudas kata ‘gnosis’ muncul 2 kali dan menyebutkan bahwa pengetahuan diberikan kepada Adam dan kepada orang-orang yang bersama dia, agar para raja kekacauan dan dunia bawah tidak berkuasa atas mereka’ Inti pesan yang disampaikan dalam Injil Yudas : 1. pemahaman, wawasan dan kesetiaan Yudas sebagai tolok ukur bagi siapapun yang ingin menjadi murid yesus. Yudas menjadi ‘paradigma pemudridan’. 2. pada sat kematian segala sesuatu yang menjadi bagian tubuh kita dan berada di dunia kematian akan ditinggalkan. Tubuh fana dari orang-orang yang memiliki pengetahuan rahasia akan ditundukkan. 3. salah satu penekanan injil Yudas adalah masalah astrologis dan astronomis. Bahwa setiap manusia memiliki bintangnya sendiri-sendiri dan milik Yudas yang paling istimewa. 4. kematian Yesus bukanlah tragedi atau kenistaan tetapi peristiwa biasa yang tidak terelakkan dalam kerangka pengampunan dosa. B. BAGAIMANA DENGAN IMAN KRISTEN ? 1. penolakan terhadap Injil Yudas telah dilakukan oleh uskup Lyon ( Perancis ) Irenius, yang menyatakan bahwa Injil Yudas sesat dan tidak dapat dipertanggung jawabkan 2. kematian bagi iman Kristen adalah peristiwa mendasar sebab Kristus sendiri sudah mengalahkan maut dan kekristenan bertumbuh dari kebangkitan yesus . 3. pencerahan dialami oleh manusia hanya dalam kaitannya dengan kristus, sehingga seluruh keberadaan Kristus mengangkat dan memposisikan manusia pada kondisi sebagai manusia baru ( band. Fil. 2 : 1 – 11 ) 4. hidup manusia tidak ditentukan oleh bintang-bintang tetapi dalam relasi yang dekat dengan yesus ( bnd. Yoh 14 : 7 ) 5. kematian Kristus adalah tragedi yang mendasar sebab Ia yang tidak bersalah menjadi bersalah oleh karena dosa manusia. 6. keselamatan bukanlah usaha manusia sendiri tetapi merupakan anugerah yang disambut dengan sukacita. 7. kata Injil berarti kabar baik sangat tidak sejajar dengan Yudas yang perilakunya adalah pengkhianat. C. KESIMPULAN 1. AJARAN DALAM INJIL YUDAS MERUPAKAN PENOLAKAN TERHADAP PENGAJARAN YESUS. SEHINGGA HARUS DITOLAK 2. GEREJA PATUT MELENGKAPI WARGA NYA DENGAN SEKSAMA DALAM UPAYA MENJAWAB TANTANGAN JAMAN. 3. PEMUDA DALAM PERJUMPAAN DENGAN KONTEKSNYA HARUS MEMILIKI BASIS IMAN YANG DAPAT DIPERTANGGUNGJAWABKAN. 4. UJILAH SETIAP ROH. ========================== Pdt. A. Letlora S.Th, M.Min. Daftar pustaka. 1. Linwood Urban, sejarah ringkas pemikiran kristen.1995 2. Rodolphe Kasser, injil Yudas, 2006. 3. James M. Robinson, menafsir ulang peran Yudas, 2006.

Jumat, 09 September 2011

Melayani Dalam Keadaan Baru ( Roma 7 : 1 - 6 )

Rasul Paulus melalui suratnya kepada jemaat di Roma hendak menyampaikan dua keyakinan utama yakni : Pengampunan dan Pembenaran. Pengampunan dan Pembenaran adalah dua pesan yang muncul dan mewarnai seluruh surat Roma. Kasih Karunia dari Allah yang bersifat cuma-cuma ini menempatkan setiap orang percaya pada keadaan yang baru yakni berdasarkan iman kepada Yesus Kristus, setiap orang berdosa mengalami pembaruan oleh-Nya ( Roma 5 : 1 band pasal 3 : 9 – 10 ). Dalam Mazmur 32 dikemukakan bahwa permohonan raja Daud untuk dibenarkan bersumber dari kasih karunia Allah ( Maz. 32 : 1 dan 11 ). Orang Kristen mendapat anugerah pengampunan dan pembenaran yang juga bertolak dari kasih karunia Allah didalam Yesus Kristus. Dalam kebenaran ( dikaiosune , Yun ) yang dikaruniakan Allah didalam dan melalui Yesus Kristus hendak dinyatakan pekerjaan Allah yang menempatkan umat-Nya dalam hubungan yang baik dengan-Nya. Orang dapat memasuki hubungan yang baik dengan-Nya karena percaya kepada Yesus Kristus yang diberitakan oleh Injil ( kabar baik ). Dalam Yesus Kristus manusia berdosa diampuni oleh Allah dan dari pihak manusia hanya diminta untuk mau menerima yang telah dilakukan Allah. Dalam konteks berpikir yang demikian maka pengampunan dan pembenaran manusia hanya bertolak dari inisiatif Allah. Manusia tidak dapat mengampuni dan membenarkan dirinya dihadapan Allah dengan mengandalkan kemampuannya sendiri ( band. Ef. 2 : 8 – 9 ). Rahasia keselamatan manusia bertolak dari tindakan Allah yang mengutus anak-Nya sebagai sebuah perwujudan kasih Allah akan manusia Dengan lain kata dapat dikemukakan bahwa hubungan yang baru antara manusia dan Allah menjadi realitas bagi manusia kalau diakui dengan iman dan diterima sebagai realitas yang hidup. Malahan iman tidak hanya menerima keselamatan sebagai anugerah Allah , iman itu sendiri adalah anugerah. ( band. Fil. 1 : 19 ). Iman yang merupakan tanggapan manusia terhadap karya keselamatan Allah dalam Yesus Kristus mengikat manusia pada pribadi Yesus Kristus ( Rom. 3 : 25 – 26 ). Ia telah menjadi pendamaian, menjadi titik pertemuan antara manusia dan Allah. Karena Iman manusia masuk dalam karya pendamaian itu yang terwujud dalam kematian dan kebangkitan-Nya. Bertolak dari paparan diatas dapat ditarik intisari pemikiran Paulus dalam surat Roma ini bahwa : 1. manusia mengalami anugerah pengampunan dan pembenaran hanya di dalam Yesus Kristus 2. pada manusia peranan iman bukanlah sesuatu yang berdiri terlepas dari anugerah dan rahmat Allah tetapi suatu hubungan yang tidak terpisahkan. Iman bukanlah syarat pembenaran tetapi prinsip pembenaran sebab karena iman manusia bertemu dengan Allah yang membenarkannya. Pembenaran karena iman berarti pembenaran karena Kristus. Dengan lugas Paulus mengetengahkan bahwa Abraham ( nenek moyang Israel ) dibenarkan : 1. bukan karena pekerjaannya ( Roma 4 : 4 – 8 ) 2. bukan karena sunat ( Roma 4 : 9 – 12 ) 3. bukan karena hukum taurat ( Roma 4 : 13 – 15 ) tetapi karena iman, sehingga Abraham disebut sebagai bapa orang percaya ( Roma 4 : 16 – 25 ). Didalamnya terkandung kesetiaan dihadapan Allah. Beriman bagi Paulus adalah Percaya dan mempercayakan diri kepada Yesus Tuhan ( bacalah Roma 10 : 9 ). Dan karena iman mencakup seluruh kebenaran maka Paulus juga dapat berkata bahwa ‘ segala sesuatu yang tidak berdasarkan iman adalah dosa ( Roma 14 : 23 ). Artinya bahwa Paulus melihat realitas dalam perspektif hubungan yang benar dengan Yesus Tuhan yang diimaninya. Penolakan terhadap keterlibatan Allah dalam kenyataan merupakan pemberontakan manusia terhadap Allah. Dengan begitu Paulus hendak menegaskan bahwa INJIL adalah kekuatan Allah yang yang sifatnya lintas bangsa dan memungkinkan manusia mengalami pembenaran didalam hidup oleh iman ( Roma 1 : 16 – 17 ). Telaah teks Roma 7 : 1- 6 Melalui ilustrasi tentang suami dan istri yang terikat dalam lembaga perkawinan, Paulus hendak menguraikan sejauh mana peranan hukum taurat dan kasih-karunia dalam kehidupan manusia. Seorang istri memiliki hubungan yang terikat dengan suami selama sang suami masih hidup. Keterikatan itu menimbulkan kewajiban yang harus dipenuhi oleh sang istri. Dengan mengangkat ilustrasi inilah Paulus mengemukakan pandangan teologisnya seperti dibawah ini. Ayat 1 : Paulus mengasumsikan bahwa para pembaca suratnya mengetahui bahwa otoritas hukum hanya terwujud ketika manusia sebagai subyeknya masih hidup. Kelemahan dari hukum Taurat adalah kematian. Relasi antara manusia sebagai pelaku dan hukum sebagai ketentuan diputuskan melalui kematian. Kata KYRIEUO menegaskan bahwa otoritas yang besar itu (ban. Mark. 10 : 42 ) tidak berlaku ketika ada kematian. Kematian mengubah hubungan antara orang itu dan hukum taurat. Hal ini sejajar dengan ungkapan Paulus dalam pasal 6 : 14. Ayat 2 – 3 : Kematian suami menghapus kewajiban dari istri kepada suami. Kewajiban ini berakhir secara tuntas. Status sebagai istri berakhir sehingga terbuka kemungkinan baginya untuk menikah lagi. Perzinahan terjadi apabila suami masih hidup dan ia menikah lagi. Dengan demikian secara total atau utuh perempuan itu bebas dari ketentuan hukum ketika suaminya meninggal. Ayat 4 : Pada ayat ini Paulus menegaskan bahwa manusia juga telah dibebaskan dari hukum Taurat. Pembebasan ini terjadi karena manusia telah mati bagi hukum dan bangkit dalam anugerah. Tujuan dari kematian bersama Kristus adalah terciptanya hubungan yang baru dengan Kristus. Kematian Kristus adalah fakta sejarah sehingga kebangkitan-Nya adalah fakta sehingga hubungan yang baru tersebut tidak bersifat imajinasi tetapi fakta, kongkrit. Menghasilkan buah yang baik .....menunjukkan adanya bentuk kongkrit sebagai hasil dari terciptanya hubungan yang baru dengan Kristus. Ayat 5 – 6 : Dalam hidup yang lama (dibawah kuasa hukum) kita dikuasai oleh kedagingan, hukum, dosa dan kematian (ayat 5) tetapi dalam hidup yang baru kita ditempatkan sebagai milik Allah dan melayani-Nya. Hidup baru didalam Kristus adalah fakta yang terlihat dari fakta pelayanan. Artinya pelayanan yang bertolak dari pemahaman hidup dibawah anugerah dan kasih karunia sangat berbeda dengan dibawah hukum Taurat. Refleksi. Melalui karya penyelamatan oleh Yesus Kristus, maka gereja sebagai paguyuban yang hidup dalam terang kasih karunia Allah senantiasa hadir dengan keinginan pembaruan. Hidup yang diwarnai pembaharuan adalah hidup yang terus menerus bersikap reflektif dengan hati nurani sebagai kaca bening yang memantulkan segala dosa. Karena itu jangan sombong , sebab manusia kecil dihadapan Tuhan.

Kamis, 08 September 2011

20th wedding anniversary

KERJA DALAM PERSPEKTIF IMAN KRISTEN.



Pendahuluan.
Allah adalah Allah yang bekerja merupakan sebuah pengakuan iman yang bertolak dari Firman Tuhan ( Kisah Penciptaan di kitab Kejadian ). Dengan pernyataan ini hendak dikemukakan bahwa antara yang transenden dan imanen tidak lagi ditempatkan secara terpisah tetapi menyatu. Kehadiran yang menyatu tersebut sejajar dengan 1 Petrus 2 : 9 yang menekankan muara dari penebuasan ialah memberitakan perbuatan – perbuatan Allah yang besar.
Sehingga Allah yang bekerja adalah Allah yang melakukan karya – Nya melalui manusia untuk mendatangkan damai sejahtera. Allah yang bekerja / berkarya melalui manusia tidak memperlihatkan keterbatasan Allah sebaliknya merupakan kasih karunia yang dialami oleh manusia.
Luther mengemukakan pandangannya dengan ungkapan tri ‘ sola ‘ yakni sola fide, sola gracia dan sola scriptura mengedepankan gagasan tentang terjadinya  gerak dari ‘surga ke bumi’ yang dilakukan oleh Allah. Didalam tindakan tersebut Ia mewujudkan cita – cita yang bersumber dari kerelaan hati – Nya untuk menyapa manusia. Sikap demikian akan memperkuat nilai perjumpaan yang mengkristal dalam relasi Allah – manusia dan manusia – Allah. 
Iman ( Yun – pistis ) merupakan sebuah keputusan yang dibuat dalam kesadaran nurani untuk percaya dan mepercayakan diri. Melalui sikap yang demikian maka iman bukanlah suatu sikap diam tanpa makna yang berujung pada sikap premisif tetapi aktif yang berujung pada sikap kritis dan militan.
Jika demikian maka kerja dan iman Kristen merupakan kesatuan yang saling melengkapi sehingga kerja tidak lagi berlangsung mekanis dalam dingin dan beku serta iman yang permisif dan pasif. Keduanya bergerak secara pararel untuk memperlihatkan identitas pelaku kerja itu sendiri yakni manusia yang percaya dan mempercayakan diri kepada Allah yang bekerja.
a.     Kerja adalah gerak dari ruang privat ke ruang publik.
Ketika Yesus mengemukakan bahwa murid – Nya harus menjadi garam dunia dan terang dunia ( Matius 5 : 13 – 16 ) Ia sedang mengemukakan gagasan yang memiliki alur keluar dari eksklusivisme sektarian kearah inklusivisme komunal. Ketika kerja dipahami sebagai sarana ‘ kontemplasi yang bersifat mengosongkan diri ( kenosis ) maka kerja tidak sekedar aktifitas ritmis tetapi menyatunya manusia dengan Allah yang menjadi poros aktifitasnya.
Suasana demikian akan melahirkan gagasan bahwa kerja secara professional bergerak sejajar dengan pertumbuhan iman. Bahkan pada tingkat yang lebih seseorang memahami kerjanya sebagai ibadah ( memiliki arti yang sama dengan abudah yakni kerja ). Pemahaman ini akan menempatkan Yesus Kristus tidak saja pada ruang wacana tetapi ruang karya yang membuka cakrawala berpikir dalam kekuasaan kasih.
b.    Kerja adalah ‘ admiranda et Amanda ‘.
Dunia kerja adalah bagian dari Kerajaan Allah. Dunia kerja adalah wilayah yang menyita sebagian besar waktu produktif manusia–orang Kristen termasuk. Itu berarti dunia kerja adalah bidang kontak yang penting bagi perluasan Kerajaan Allah. Rata-rata manusia menghabiskan 88 ribu jam hidupnya bekerja, sejak mulai bekerja hingga pensiun. Oleh karena itu dunia kerja adalah wilayah yang sangat penting. Dengan selalu mengingat hakikat Allah Sang Pekerja, jelaslah Allah sangat tertarik pada pekerjaan kita, bahkan mengandalkan pekerjaan kita untuk mencapai tujuanNya. Ia hadir dan memberkati kita pada saat kita bekerja di ruang kerja kita. Dan Allah memahami kemungkinan munculnya rasa kecewa dan frustrasi dalam bekerja sehingga Allah Sang Pekerja Agung itu datang membantu dan memberdayakan kita anak-anakNya menjadi pemenang. 
Dalam dunia kerja yang demikian maka setiap murid – orang Kristen mewujudkan sifat admiranda – kebanggaan dan Amanda – dicintai. Ini berarti di ruang kerjanya ia menghadirkan damai sejahtera yang bersentuhan dengan manusia lain tanpa batasan.
c.     Sense Of Wonder .
Nuh disebut dalam kitab suci sebagai pribadi yang ‘ bergaul dengan Allah ‘ yang dalam KJV dikemukakan dengan ungkapan – he walked with God. Rasa takjub dimiliki oleh murid / orang Kristen ketika ia mau berjalan bersama Allah. Rasa takjub yang bertolak dari kesadara bahwa manusia diposisikan sebagai partner Allah untuk meneruskan Injil – eungelion – kabar sukacita yang sangat dipengaruhi oleh kerja.
Rasa takjub yang muncul dari keyakinan bahwa Allah menjangkau manusia melalui Yesus Kristus dalam sikap-Nya yang egaliter ( band. Lukas 24 : 36 , Fil. 2 : 1 – 11 ). Rasa takjub ini memberi ruang yang luas untuk terus berperan menyatakan kesaksian yang kongkrit di ruang ibadah aktual yakni dunia kerja. Karl Rahner – sebagaimana dikutip Romo Mudji – mengemukakan bahwa kelenturan dan keterbukaan nurani estetis religious manusia yang mudah terharu, tersapa dan mengolah hidup yang dinamis siap untuk terus rendah hati dalam relasi dengan Allah dan menjadi pendengar sabda yang aktif. Dititik inilah iman sebagai tanggapan atas semua karya Allah yang berinisiatif menjumpai manusia.
d.    Kesimpulan.
Jika iman dihayati sebagai tanggapan manusia atas karya Allah, maka tanggapan iman adalah tanggapan dalam karya. Sebuah karya yang bertolak dari rasa takjub dan bermuara pada kebanggaan bahwa diposisikan sebagai kawan sekerja Allah.
Iman tanpa perbuatan pada hakekatnya adalah mati merupakan peringatan yang tetap relevan dengan kehidupan masa kini.

PROGRAM KERJA SEBUAH REALITAS HUBUNGAN DINAMIS ALLAH DAN GEREJA [1] ======================================== Pdt. Alex Letlora


Pendahuluan.
Gereja sebagai sebuah lembaga dan komunitas orang percaya senantiasa berkomunikasi secara dinamis dengan realitas yang terus berubah. Perubahan yang dijumpai oleh Gereja menjadi ruang untuk menyatakan keberadaan Gereja sebagai paguyuban yang hidup berdasarkan panggilan dan pengutusannya untuk mewartakan kabar sukacita secara konsisten. Hal ini perlu menjadi dasar perhatian kita bersama ketika selaku anggota majelis jemaat kita hendak menyusun sebuah program kerja. Dewasa ini keberadaan gereja sebagai persekutuan orang percaya diperhadapkan dengan tantangan yang semakin beragam kuantitas dan kualitasnya. Kenyataan ini menempatkan Gereja sebagai persekutuan yang harus memberi jawaban kongkrit terhadap berbagai tantangan tersebut. Warga jemaat yang bertemu langsung dengan kenyataan adalah subyek yang harus bergumul. Pergumulan warga jemaat ini memerlukan kelengkapan-kelengkapan teologis yang dapat dipertanggung-jawabkan. Maksudnya tanpa teologi yang benar maka yang terjadi adalah mengatasi persoalan dengan instan dan bertemu dengan persoalan baru. Dalam konteks inilah diperlukan kehadiran program kerja  yang melengkapi warga jemaat untuk dapat berkomunikasi dengan realitas tanpa menafikan identitas mereka sebagai orang percaya.
Bertolak dari pemahaman di atas maka sebuah program kerja tidak hanya terdiri dari kegiatan dan angka-angka tetapi memiliki dimensi lain yakni relasi vertikal yang menjadi ‘roh’ dari program kerja tersebut. Artinya perhatian sebuah program kerja bukan hanya pada di hilir tetapi di hulu juga memberi pengaruh yang signifikan. Sebuah program kerja menjadi desain utama dari pemahaman kita tentang karya dan keterlibatan Allah melalui Yesus Kristus sebagai Primal Dimension . Melalui pemikiran yang demikian maka paper ini tidak hanya berkisar di masalah praktis tetapi merupakan upaya praksis bagi kita dalam memahami dan menghayati sebuah program kerja.
Untuk hal tersebut kita akan memperhatikan beberapa faktor penting untuk mengemas sebuah program kerja yang aktual, moderat dan visioner sehingga program kerja senantiasa memberi ruang bagi terjadinya transformasi pembangunan jemaat. Dari paparan diatas maka perlu dilaksanakan suatu pengembangan  penyusunan program kerja yang berbasis pada konteks dalam mengantisipasi berbagai perubahan. Model yang memiliki determinasi teologi dan membuka peluang seperti dikemukakan Robert Schuller:
Every achievement is a process not an instamatic happening
Apa yang dikemukan oleh Schuller adalah titik awal suatu proses aktualisasi program yang sistematis dan terarah kepada pengembangan kemampuan setiap individu ( baik presbiter maupun warga jemaat ).
I.                 PROGRAM KERJA BERBASIS VISI - MISI.
Program kerja merupakan upaya serius dari para presbiter yang hendak mensistematisir kegiatan dalam jemaat agar idealisme yang berpijak pada kenyataan dapat diwujudkan secara baik. Ketika visi – misi ditetapkan, hal tersebut memerlukan pendalaman yang serius sebab ketika visi – misi hanya pada tataran wacana maka seluruh upaya perwujudannya mengalami deviasi yang serius. Visi jauh melangkaui keinginan maupun mimpi, sebab jika visi memengaruhi eksistensi seseorang maka selalu ada harga yang harus dibayar dan militansi hingga akhir [2]. Jika kita mengatakan bahwa visi – misi GPIB yang selaras dengan PKUPPG adalah MENJADI GEREJA YANG MEWUJUDKAN DAMAI SEJAHTERA ALLAH BAGI SELURUH CIPTAAN-NYA ( bnd. Yoh. 14 : 27 ) maka kehadiran sebuah program kerja perlu mempertimbangkan teks di atas dalam konteks ke-kini-an. Sebuah telaah teologis perlu bergema dalam seluruh rangkaian program kerja supaya ‘harga yang harus dibayar’ dan ‘militansi hingga akhir’ dapat menjadi pemenuhan terhadap idealism yang berbasis realitas.
Teks Yohanes di awal pasal 14 berbicara tentang ‘kegelisahan’ , yang dalam konteks masa kini perlu dijawab oleh sebuah rencana pelayanan. Termaktub di dalamnya teks tersebut adalah pernyataan Yesus tentang keberadaan – Nya sebagai primal dimension. Jika hal ini menjadi perhatian dan dasar dari sebuah rencana pelayanan / program kerja maka visi yang dihadirkan selalu berkaitan dengan misi untuk merealisasikan kehendak Yesus sebagai Kepla Gereja. Maka perwujudan visi – misi senantiasa perlu di jernihkan dari berbagai unsur yang akan mengaburkannya [3] . Gagasan demikian bertumpu pada : where are we now?, where do we want to be ?, how do we plan to get there ?, how close did we come to our destination and what is God calling us to be and do ? [4]. Melalui tahap – tahap yang demikian maka keberadaan warga jemaat di muara progam atau rencana pelayanan selalu mendapat ruang untuk terlibat didalam menjawab kegelisahan diri maupun persekutuan. Efektifitas sebuah program / rencana pelayanan dapat terukur dari : seberapa besar keterlibatan warga jemaat, seberapa besar sebuah perbedaan dapat diserap sebagai pemikiran yang baik dan benar , seberapa jauh warga jemaat beradaptasi dengan perubahan, seberapa dalam dapat dipercaya ( trust not believe ) dan seberapa besar program / rencana pelayanan ‘ hidup ‘ dalam aktifitas [5].
            Berdasarkan pemikiran di atas maka sebuah program / rencana pelayanan memerlukan pertemuan kebutuhan yang bersifat sinodal dan local dalam terang visi GPIB yang secara substansial memberi arah yang jelas dan dengan kritis dijalankan oleh setiap jemaat. Program / rencana pelayanan hadir dengan pemikiran yang orisinil dan menghadirkan kegiatan yang selalu aktual tanpa kehilangan identitas diri sebagai Gereja yang ada di dalam dunia tetapi bukan berasal dari dunia.

II.               PROGRAM KERJA BERBASIS LINTAS BIDANG.
GPIB hadir dengan pemahaman yang menjadi kebijakan bersama dalam sebuah persidangan yang dsebut sebagai bidang Missioner, bidang Institusional dan bidang Pendukung. Melalui ke-3 pembidangan utama ini GPIB tidak menyatakan program / rencana pelayanan sebagai kegiatan yang parsial tetapi menyeluruh ( komprehensif ). Richard E. Rushbultd mengemukakan bahwa faktor – faktor yang dapat membangun sinergi antar bidang ialah , Isu aktual apakah yang dapat mendorong atau menghambat jalannya sebuah program /rencana pelayanan, masalah utama apakah yang mengemuka dan dapat menghambat pelaksanaan program serta apakah yang menjadi kebutuhan secara kolektif [6]. Melalui pendapat yang dikemukakan oleh Rushbultd, kita dapat secara cermat membangun desaian program / rencana pelayanan dengan pemahaman bahwa setiap Badan Pelaksana Majelis Jemaat (BPMJ ) tidak bersifat independent tetapi seluruh aktifitas BPMJ mengerucut pada kebijakan anggota Majelis Jemaat. Apa yang hendak dijabarkan dalam kaitannya dengan program perlu diselaraskan dengan isu – isu apakah yang sedang menjadi trend ( kecenderungan ). Setelah isu – isu aktual teridentifikasi maka perlu dicermati permasalahan apakah yang muncul ketika isu – isu aktual tersebut berhadapan dengan Gereja sehingga gagasan yang dituangkan dalam program kerja adalah gagasan dengan prinsip kebutuhan kolektif maupun personal dalam terang kebutuhan secara vertikal. Ruang ini telah tersedia dalam pertemuan warga sidi jemaat yang menjadi ruang percakapan tentang isu – isu aktual apakah yang ada dalam jemaat.
Melalui pendekatan demikian maka kehadiran sebuah program / rencana pelayanan kena mengena dengan realitas dan hadir dengan kekuatan yang terus diperbarui. Sebagai contoh , kita perlu menggumuli pertanyaan berikut : adakah program / rencana pelayanan bidang kategorial ? atau program / rencana pelayanan yang ada ialah program / rencana pelayanan anggota majelis jemaat yang dilaksanakan oleh setiap Badan Pelaksana Majelis Jemaat ?
Program kerja yang memiliki basis pemahaman seperti diatas akan dipersiapkan dengan serius untuk mencapai visi bersama baik pada tatara lokal maupun sinodal.

III.             PROGRAM KERJA BERBASIS PADA REDUKSI ANTARA YANG IDEAL DAN AKTUAL.
Program / rencana pelayanan dibuat dengan asumsi  seluruh kegiatan akan bermuara pada perubahan. Pada titik inilah seringkali dijumpai masalah krusial yakni ketika parameter perubahan belum menjadi perhatian. Maksudnya ialah perubahan sebagai sebuah peristiwa aktual bisa saja tidak terjadi dalam satu tahun program / rencana pelayanan dan hal ini tidak dapat diasumsikan sebagai sebuah kegagalan. Mengapa ? sebab pada bagian tertentu dari program / rencana pelayanan , hasilnya akan nampak pada sekian tahun kedepan. Hal ini berarti bahwa jarak antara yang ideal dan aktual tidak pernah berhimpit rapat.
Dalam konteks ini maka faktor-faktor yang perlu diperhatikan ialah :
1.     sense of wonder dan sense of calling. Rasa takjub pada karya Allah yang terus berkarya akan menjadi motivasi dalam menjalankan sebuah kegiatan sehingga gaung dari rasa takjub tersebut akan berdampak pada panggilan dan pengutusan merealisasikan sebuah kegiatan.
2. Jemaat yang bertumbuh dan berbuah adalah arah dari sebuah kegiatan secara:
a. Kuantitatif = pergi, baptis, dan ajarkan (mat.28:19 –20) band. Kis. 1 : 15 dan 
                                          4:4, 6:7.
b.Kualitatif     =  mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar (Ef. 4 :13)
     3. Pemeliharaan Allah ( Providentia Dei ), memperlihatkan bahwa melalui Gereja, Allah       
        berkarya menberitakan karya keselamatan di dalam Yesus dan melalui Roh Kudus, Allah
        berkarya mendatangkan pengudusan dan penghiburan
lV. KESIMPULAN.
Sebuah program / rencana pelayanan senantiasa berkaitan dengan realitas yang terus berubah sebagaiman gereja bertemu dengan realitas tersebut. Relasi dinamis inilah yang selalu memberi ruang bagi gereja untuk menyatakan hakekat panggilan dan pengutusan dengan Yesus sebagai primal dimension. Dalam konteks yang demkian maka keberadaan sebuah program kerja tidak akan menafikan perubahan disekitar gereja tetapi menggunakan perubahan tersebut sebagi energy untuk berkarya.
Menjadi kewajiban kita bersama selaku anggota presbiter untuk melihat sebuah program kerja tidak hanya pada dirinya sendiri ( an sich ) tetapi juga mempertimbangkan berbagai faktor yang ada disekitarnya sebagai suatu realitas. Maju terus bersama Yesus sebab dalam persekutuan dengan – Nya , jerih lelah kita tidak sia – sia


[1] Disampaikan dalam pembinaan PHMJ GPIB Mupel Bekasi, 5 Februari 2011.
[2] Norman Shawchuck, Revitalizing The 21th Century Church ( Moody Press, Chicago, 1982 ) 15.
[3] Ibid , p. 20.
[4] Ibid, p. 19.
[5] Thomas A. Bateman, Scott A. Snell, Management, Buliding Competitive Adventage, ( Irwin Inc, Boston, USA, 1996 ), 142.
[6] Richard E. Rushbultd, Key Steps in Local Church Planning, ( Judson Press, Valley Forge, PA, 1980 ) , 50.

ANAK-ANAK ADALAH MILIK MASA DEPAN.

Pada setiap pameran otomotif selalu ditmapilkan kendaraan purna rupa ( prototype ) sebagai bagian dari pameran yang mengusung kemajuan tehnologi masa depan. pada pameran itu juga diperlihatkan bagaimana cita-cita dimasa depan berjumpa dengan realitas masa kini yang membuat decak kagum. Pada setiap even tersebut juga diperlihatkan betapa tidak terbatasnya sebuah mimpi tetapi sekaligus terbatasnya sebuah kenyataan. Realitas yang para paradoksal ini hendak menunjukkan bahwa manusia tetap meliliki keterbatasan untuk menggambarkan masa depan sekalipun dalam semangat optimisme. pemikiran diatas rasanya tepat juga untuk menggambarkan masa depan anak-anak kita. Sebagai orang tua kita punya optimisme yang tinggi namun perlu selalu diletakkan dalam kerendahan hati bahwa anak-anak kita adalah anak-anak masa depan yang mungkin tidak kita jumpai. Maka sungguh aneh kalau masa depan hendak di terjemhkan secara kongkrit pada masa kini, seolah-olah kita bisa tahu apa yang terjadi 'disana'. Inilah arogansi manusia yang berlumur dengan dosa dan merasa bahwa masa depan dapat diprediksi dengan akurat. Anak-anak adalah milik masa depan yang dengan halus dan brilian dikemukakan oleh Gilbran :Your children are not your children. They are the sons and daughters of life’s longing for itself. They come through you, but not from you, and though they are with you. Yet they belong not to you.. Dengan pemahaman ini maka selaku orang tua diperlukan kemauan kuat untuk menjadi teladan dalam keluarga. Melalui keteladanan ini hendak dikumandangkan betapa pentingnya masa depan yang dipersiapkan sejak dini. Ketika anak-anak memerlukan kehadiran yang memperkaya diri mereka maka disanalah kita hadir dengan kerendahan hati memandang anak-anak dengan 'berani' bahwa mereka akan terbang tinggi seperti rajawali. kita tidak perlu alergi dengan kemajuan mereka berpikir , kita hanya mengarahkan bahwa dalam dunia ini diperlukan militansi iman yang mewarnai norma-norma kehidupan. Anak-anak yang tahu tata krama, beradab dan kaya dengan luapan kasih sayang adalah anak-anak yang akan menaklukan masa depan. Bertolak dari gagasan diatas maka HUT Pelkat PA GPIB ke - 52 pada tanggal 6 sepetember 2011, merupakan momentum luar biasa untuk melangkah memasuki masa depan dengan segala kecanggihan tehnologi dan sekaligus dengan sejuta ancaman. Amsal 14:26 mengatakan “Dalam takut akan Tuhan ada ketentraman yang besar, bahkan ada perlindungan bagi anak-anaknya”. Landasan utamanya adalah takut akan Tuhan. Ini berarti pendidikan yang kita berikan kepada anak-anak kita haruslah bersumber pada firman Tuhan, maka mau tidak mau kita sebagai orangtua adalah orang pertama yang harus melakukan firman Tuhan. Korelasi antara kini dan depan terwujud dalam diri anak-anak yang tumbuh luar biasa. Usia 4 - 14 tahun sebagai usia subur pengenalan akan Tuhan memerlukan kepekaan kita semua sebagai orang tua maupun gereja. Kembali ke pameran otomotif, memang anak-anak kita bukan mesin, tetapi setiap kali melihat sebuah prototype, kita diingatkan bahwa mimpi kita tentang masa depan, benihnya dapat kita lihat sekarang. sekaligusdengan rendah hati kita berbisik ke anak-anak kita demikian : terbanglah tinggi seperti rajawali, tetapi jika sayapmu lelah atau terluka di sini ada ayahmu, ibumu - yang akan merwat sayapmu hingga sembuh untuk terbang lagi melawan dan menjinakkan bahkan menaklukkan badai.Tuhan Yesus selalu memberkati anak-anak seperti Ia selalu memberkati kita para orang tua.