Kamis, 21 Juli 2011

TERUNA GEREJA DAN GLOBALISASI


Pendahuluan.
Gereja yang berada di era globalisasi merupakan kenyataan yang tidak dapat dipungkiri. Era dimana situasi dunia semakin transparan dan sekat-sekat budaya semakin hilang serta membaur, melebur dan saling mempengaruhi. Sebagai persekutuan yang hidup maka gerejapun perlu mengantisipasi perubahan cepat sebagai implikasi dari globalisasi. Sebuah paradima baru dimana gereja menyadari bahwa konteks yang terus berubah memerlukan perubahan juga pada diri gereja. Perubahan itu nampak dari sikap gereja mengantisipasi era globalisasi dengan arif dan bijak. Maksudnya ialah tanpa kesadaran untuk membangun paradigma baru pemberitaan kabar sukacita, gereja akan kehilangan jatidirinya sebagai gereja yang hidup.
Hal ini berangkat dari pemikiran teologis bahwa Allah mengasihi dunia dengan kasih yang besar ( Yoh. 3 : 16 ). Dalam rangka itu maka setiap orang percaya terpanggil menjadi saksi kasih Allah yang besar itu. [1] Dunia ini adalah dunia yang bermasalah tetapi tetap dikasihi Allah sehingga gereja yang tidak menghayati kehadirannya di dunia adalah gereja yang kehilangan jatidirinya. Dengan berada dipusat dunai berarti didalam kedalaman dan ambil bagian dalam pergumulan-pergumulan dunia. Inilah geeja yang sadar konteks dan tetap konseptual dalam menjawab konteks.
Dalam kaitannya dengan Persekutuan Teruna maka perubahan sebagai akibat erat globalisasi memerlukan keberanian juga untuk berubah. Sebab dengan merubah paradigma pelayanan di Perekutuan Teruna maka kehadiran para teruna gereja senantiasa terbuka untuk memberi makna didalam perubahan yang terjadi. Gagasan teologis yang mendasarinya ialah bahwa panggilan dan pengutusan itu berlaku bagi setiap orang tidak terkeculai para teruna ( l Pet. 2 : 9 ). Melalui kesadaran inilah maka kehadiran para teruna maupun pelayanan Persekutuan Teruna senantiasa aktual dalam pemberitaan kabar keselamatan. Kesaksian inilah yang mendasari seluruh tugas para teruna.
A.Era Globalisasi sebagi realitas .
            Belum / tidak ada definisi yang baku tentang globalisasi kecuali sekedar definisi kerja ( working definition ) sehingga tergantung dari sudut pandang mana globaliasi hendak ditinjau. Namun ciri-ciri globalisasi dapat dikemukakan sebagai berikut :
  1. perubahan dalam konsep ruang dan waktu dimana tehnologi informasi menjadi primadona. ( HP, Internet dsb ).
  2. pengaruh MNC ( Multy Nasional Company ) semakin menguat dan berpengaruh terhadap kebudayaan.
  3. interaksi kultural melalui media massa. ( film, Musik, OR international dsb ).
Dengan adanya 3 ciri khas tersebut maka ke-dinamis-an masyarakat semakin tinggi sehingga menimbulkan gaya hidup global ( john naisbitt ). Gaya hidup ini semakin menguat dengan atribut ‘ekonomi’ dimana materi menjadi satu-satunya tolok ukur keberhasilan dan kesuksesan. Gaya hidup global menghadirkan sikap permisif dan tidak bersikap kritis sehingga menumpulkan kesadaran adanya sebuah proses ( gejala instant, fast food dsb ).
Disisi lain komunikasi yang berlangsung dengan dukungan tehnologi telah menghadirkan komunikasi yang tidak manusiawi. Komunikasi dengan perangkat-peangkat tehnologi juga mengakibatkan adanya relasi yang kering ( SMS, Chating, facebook dsb ). Jika budaya di era globalisasi adalah budaya global dengan semua atributnya maka gerejapun perlu mengubah agendanya. Ada yang harus berubah dan terus berubah, tetapi ada pula yang tidak boleh pernah berubah yakni hakikat dan misi Gereja.[2] Ketika dunia mengalami perubahan maka gerejapun mengubah agendanya bukan untuk menyesuaikan diri dengan dunia tetapi agar hakekat dan misi gereja tetap relevan dengan berita injil yag tidak pernah berubah.
Misi gereja tidak berakhir dan bertumpu kepada gereja tetapi dunia karena gereja ditempatkan Tuhan bukan hanya di dunia tetapi untuk dunia.[3]


Dengan pandangan demikian maka era globalisasi perlu dimengerti secara secara proporsional sehingga gereja mampu tampil dengan perilaku yang menghadirkan kabar sukacita.[4] Bertolak dari pemahaman yang demikian maka peran gereja di tengah-tengah dunia senantiasa menjawab tantangan sekalipun hal itu tidak mudah.

B. Gereja dan Globalisasi.
Globalisasi dengan semua perangkat yang dimilikinya dianggap sebagai sesuatu yang besar. Bagaimana gereja menyikapinya ? apa yang dikemukakan dibawah ini dapat menjadi perhatian bersama :
  1. segi ekonomi.
-         meningkatnya kemampuan gereja untuk memperluas tanda-tanda Kerajaan Allah dalam melayani sesama.
-         Timbulnya sekularisasi dan komersialisasi hal-hal rohani ( Kis. 5 : 1 – 3 )
  1. tehnologi komunikasi.
-         dapat menggerakkan gereja-gereja untuk saling mendukung dalam pelayanan.
-         Komuikasi tanpa sentuhan personal melahirkan ‘orang berbicara melalui sms
  1. peran anak-anak.
-         anak-anak semakin mendapatkan peluang untuk semakin mengetahui perkembangan pengetahuan.
-         terjadinya ‘lost generation’ akibat dari pengaruh keduniawian.

Melalui ke-3 aspek ini saja dapat dikemukakan bahwa tugas gereja dalam hal ini persekutuan teruna bukanlah hal mudah. Sebab itu untuk menhadirkan gereja yang aktual beberapa hal ini perlu dikemukakan :
  1. pelayanan teruna yang pluralistis.
Melalui pelayanan ini hendak dibangun model pelayanan yang tidak seragam. Sangat tidak mungkin pelayanan disuatu jemaat dianggap sama dengan jemaat lain dank arena itu bisa diseragamkan.
  1. pelayanan teruna yang inovatif.
Melalui pelayanan ini maka setiap teruna diarahkan bukan hanya supaya aktif digereja tetapi menjadi teruna yang aktif didunianya. ( pendidikan, olah raga, kesenian dsb. )
  1. pelayanan teruna yang diperbarui.
Pelayanan yang baru bukan saja menghasilkan sesuatu yang baru tetapi mengidupkan atau memvitalisir apa yang lama dan telah hilang.

Dengan seluruh pemikiran diatas hendak dikemukakan bahwa pelayanan yang berlangsung memerlukan agenda baru yang lebih aktual dan konseptual.

C. Kesimpulan.
Melalui pemaparan diatas dapat dikemukakan bahwa kehadiran pelayanan teruna dewasa ini diperhadapkan dengan era yang sangat menantang. Dalam era yang demikian maka keberadaan teruna diarahkan untuk tidak hanya bersifat ‘kedalam’ tetapi ‘keluar’. Maksudnya ialah melalui pelayanan teruna yang kontekstual diharapkan dan konseptual maka para teruna tidak mengarah pada paradigma mapan yang hanya berorientasi pada kuantitas tanpa perhatian pada kualitas.
Teruna adalah masa depan gereja. Dan gereja dimasa depan adalah gereja yang berhadapan dengan perubahan. Sebab itu gereja senantiasa memperbarui agenda pelayanannya agar tidak menjadi tawar dan gelap ( lawan dari garam dan terang ).






[1] Pdt. Prof. E.G Singgih, Mengantisipasi Masa Depan, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2004, h. 288
[2] Pdt. Eka Darmaputera, Pergulatan Kehadiran Kristen di Indonesia, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2001, h.460.
[3] Ibid, h. 461
[4] Istilah yang dikemukakan oleh Yesus adalah menjadi ‘garam dunia dan terang dunia’. Istilah yang memberi tekanan pada peran yang konstruktif. Mat. 5 : 13

Tidak ada komentar:

Posting Komentar