Selasa, 16 Agustus 2011

KEMERDEKAAN ANTARA HARAPAN DAN KENYATAAN

Kembali kita peringati hari kemerdekaan. Sebuah hari penting yang memberi peluang bagi setiap insan untuk hadir dengan eksistensial. Kemerdekaan tidak hanya sebatas kemerdekaan secara ragawi dari kooptasi penjajah tetapi memiliki makna penting dalam ruang dan waktu. Kemerdekaan bukanlah sebuah cita - cita yang membumbung tinggi dari ranah kegelisahan dan frustrasi tetapi dibangun diatas kesadaran obyektif dan realistis bahwa manusia pada dasarnya sejajar dan setara dalam perspektif Tuhan.
Kemerdekaan yang kita rayakan saat ini adalah sebuah tugu peringatan tentang air mata dan darah yang mengkristal menjadi berlian yang berharga. Dalam konteks ini kemerdekaan tidaklah sekedar bebas tetapi kerja keras. Kecermatan dalam memahami sebuah kemerdekaan akan mengukir sebuah keyakinan bahwa kemerdekaan bersifat kekal.
Faktanya, absurditas kemerdekaan seolah menjadi roh yang menenggelamkan butiran-butiran berlian pada ranah gambut. Disini kemerdekaan lalu bergerak sebagai ritualisme yang berisi orasi hampa tanpa darah dan air mata. Ketika Tuhan tidak lagi diposisikan sebagai sang Maha maka makna kemerdekaan menjadi wilayah yang dipoles kosmetika palsu. Kita menghuni ruang yang merdeka tetapi sekaligus dibelenggu dengan gambut yang menyesakkan. alur berpikir demikian bertolak dari pemahaman bahwa sesungguhnya manusia secara fundamental tercipta dari kearifan dan kegeniusan Tuhan. Rencana dan karya-Nya membuka peluang untuk memberi makna bagi kemerdekaan itu sendiri. Originalitas kemerdekaan lalu mengerucut pada pengakuan bahwa Tuhan merencanakan dan mengaktualisasikan rencana-Nya bagi manusia yang bersyukur.
Pada titik yang sama kita juga menjembatani yang ideal dan aktual untuk memberi makna pada kemerdekaan. Inilah originalitas dari kemerdekaan yang secara fundamental berakar pada anugerah Tuhan.
DIRGAHAYU INDONESIAKU, PUJAAN HATIKU DAN CINTAKU. INDONESIA KU ADALAH ANUGERAH DARI SANG MAHA YANG MERDEKA.